Bicara Itu Perlu Nyaman. Why Not?!

By Farah Mayu - October 23, 2020

Photo by VisionPic .net from Pexels

Jadi, pada suatu hari, sekitar pukul 5 sore, aku memutuskan untuk bertamu ke salah satu teman SMA ku. Sebetulnya ini di luar rencanaku, bahkan tak pernah terpikirkan sama sekali. Hanya saja, jujur, aku memiliki cara tersendiri dalam bersilaturahmi dengan semua teman-teman atau pun orang-orang terdekatku.
 
Biasanya saat tiba-tiba aku memimpikan seorang teman, besoknya atau dalam beberapa waktu dekat setelah mimpi tersebut, aku selalu mencoba untuk menghubungi atau mengunjungi orang yang bersangkutan tersebut. Kenapa? Ya, alasan utama dan tidak lain adalah untuk silaturahmi sekaligus ngobrol-ngobrol dan nostalgia. Hanya ada diriku dan temanku seorang. Berdua saja sudah cukup, karena sebetulnya aku ini bukan kategori orang yang senang hangout ramai-ramai dengan banyak orang, justru, privasi, ketenangan, dan kenyamanan serta koneksi yang aku butuhkan biasanya lahir tatkala suasana tersebut kondusif dan komunikasi lebih terarah.

Emang harus gitu ya? Menurutku, semua pesan serta ungkapan yang betul-betul ingin kita sampaikan kepada seseorang itu lebih terasa, lebih tersampaikan tatkala obrolan terfokus dengan si lawan bicara, tanpa adanya gangguan atau obrolan dari pihak lain. Mari kita sebut, face to face aja deh, biar lebih intimate gitu dan akhirnya terciptalah suasana yang nyaman ketika kita sedang berbincang dengan orang lain hehe.

Rutinitas ini, eh bukan rutinitas deh, apa ya, semacam... hal ini, sudah aku lakukan kurang lebih setelah aku berada di bangku perkuliahan. Pas banget dong, masa orang-orang yang biasanya mulai beranjak dewasa.

Bukan berarti aku ini tidak pernah hangout dengan teman, atau pun tidak suka pergi main dan sebagainya. Aku hanya senang, bukan hobby dan aku memiliki caraku tersendiri dalam melakukannya.

Aku sendiri memang mudah sekali berteman dengan siapa saja, bahkan ketika bertemu dengan orang baru, aku lah yang cenderung lebih dulu melakukan perkenalan dan percakapan.

Di satu sisi, bertemu dengan orang baru adalah salah satu bentuk media kita buat menambah pengalaman serta wawasan dari apa yang orang tersebut mungkin saja bagikan kepada kita.

Nah, ini nih, kalo dari aku pribadi, aku paling seneng kalo ketemu sama mbah-mbah tapi tidak menutup kemungkinan siapa saja itu bukan masalah. Mereka itu punya segudang cerita yang selalu seru dan mindblowing, belum lagi banyak pesan-pesan yang sering mereka sampaikan untuk kita kaum muda untuk terus giat belajar dan semangat menjalani hidup.

Saat sedang melakukan solo trip entah itu di suatu rumah makan, di pinggir jalan, abang-abang jualan atau bahkan penumpang yang tepat duduk di sebelah maupun persis di depanku, aku tak pernah menolak jika harus bertemu dengan orang baru. Biar bisa ngobrol, nggak kaku dan perjalanan terasa lebih menyenangkan aja sih.

Eh jadi inget sama kakek-kakek yang waktu itu pernah ketemu di pahlawan, pas aku lagi mau lari pagi. Hari pertama kami bertemu, baik kakek tersebut ataupun aku sendiri, kami hanya saling memberikan senyuman hehe. Sama sekali tak ada tegur sapa dan sebagainya. Hari kedua, nah mulai nih ada sedikit peningkatan. Kami mulai bertegur sapa dan berbincang sedikit. Nah, di hari ketiga kami betul-betul berbincang dengan sangat lamaa. Bayangin deh yang tadinya kita harus lari, eh jadinya kita malah muter jalan kaki dari pahlawan sampai SMP 2, terus balik lagi ke arah pahlawan. Setidaknya kami menempuh kurang lebih sekitar 6 km.

Serius deh, itu seru banget, chemistrynya dapet banget, kakek itu juga keren banget. Sebenernya aku juga nggak terlalu inget apa saja yang sudah beliau sampaikan, tetapi aku paham dan ingat betul bahwa sepanjang perjalanan itu, kami benar-benar menikmati obrolan tersebut. Diselingi dengan senda gurau, ada pula keseriusan, ada juga kesedihan khususnya saat Sang Kakek bercerita mengenai perpisahannya dengan Sang Anak yang harus pergi bekerja ke luar kota. Mau tak mau meninggalkan Sang Kakek seorang diri di sini.
 
Intinya, memang penting sekali adanya suasana nyaman saat kita sedang berbincang-bincang. Lagi pula, mana betah sih kita ngobrol lama-lama tapi kitanya sendiri nggak nyaman.

Nah disinilah salah satu pentingnya Fokus Kepada Lawan Berbicara.

Fokus. Itulah yang aku rasakan saat aku bisa ngobrol santai dengan orang lain.  Serunya saat kita sudah memasuki zona nyaman ketika sedang berbicara, everything flows without being asked. We even do not notice what and how could it possibly happen. Saking nyamannya, bawaannya nggak pengen berhenti buat duduk bareng sambil ngobrolin banyak hal.

To be honest, aku lebih prefer  percakapan yang  memang, ketika kita memiliki suatu topik serta poin yang menarik untuk di bahas yang mana bikin rasa penasaran kita itu makin membuncah, itu bikin kita semangat buat ngulik-ngulik hal tersebut. (Noted, bukan termasuk ghibah).

Dan aku rasa percakapan itu lebih seru dan nyaman saat kita (diri sendiri dan lawan bicara) sama-sama satu frekuensi. 

So, menurutku kalo kalian punya suatu unek-unek atau hal penting yang harus disampaikan, sampaikan aja. Coba face to face, alhasil suasana jadi lebih nyaman dan intimate. Nggak harus selamanya main atau ngopi itu bareng banyak teman. Karena nantinya, suasana yang tercipta nggak akan sama.

Note, nggak ngajak banyak teman atau nggak ikut ngopi sama banyak orang itu bukan berarti no life, terkadang kita cuma nggak nyaman. Itu aja kok.

Hal lain yang selalu coba aku jaga adalah 

"Jadi diri sendiri. Karena, jadi diri sendiri itu keren."

Photo by Moose Photos from Pexels

Tahu nggak, kita bisa melihat dan menyadari bahkan membedakan mana orang yang tulus saat berbicara, serta bertingkah laku dengan orang lain, dan membedakan orang yang tidak tulus sama sekali.

When we're not being act, itu sama saja kita lagi jujur. Jujur buat siapa? UTAMANYA DIRI SENDIRI, SISANYA ORANG LAIN. Justru ketika kita no need pretending to be other person, orang lain akan jauh lebih tertarik sama diri kita sendiri. Magnet yang kita ciptakan akan jauh lebih kuat untuk menarik orang lain. Aura dalam diri sendiri pun akan terpancar begitu saja. 

Menjadi diri sendiri artinya aku percaya dengan semua kelebihan serta kekurangan, baik hal yang aku miliki atau tidak aku miliki. Aku sadar betul siapa aku, dan peran apa yang aku mainkan pada saat itu. Aku nggak harus berbohong, nggak harus pula berpura-pura. Karena saat kita benar-benar menjadi diri sendiri, itu sama saja kita lagi membangun personal branding. Sama saja kita sedang menghargai diri kita sendiri dan juga menghormati orang lain. 

Lagian, siapa sih yang mau dibohongin? Nggak ada kan? Stop lying to yourself, let's be honest.

Mau nggak mau, hal lain yang membuat suatu percakapan terasa lebih nyaman adalah saat kita bisa menjadi diri sendiri.

Memang faktor adanya "keterpaksaan untuk tidak menjadi diri sendiri" banyak, nggak cuma dari faktor internal tapi juga eksternal. Namun, aku rasa kalau memang ada hal yang nggak cocok dan membuat kita nggak nyaman, ya nggak harus dipaksakan. Coba mundur pelan-pelan, cari hal sederhana lainnya yang bisa buat kita sepenuhnya merasa nyaman tanpa adanya keterpaksaan.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments