Emangnya Kalo Gak Rapi, Kenapa?

By Farah Mayu - October 28, 2022

Photo by Pixabay from Pexels

Once upon a time ketika aku sedang tidak dalam mode nomaden, lebih dari tujuh hari aku berdiam diri di rumah dalam masa pemulihan, nggak boleh pergi keluar sama sekali oleh ibu apalagi keluar kota, sudah tentu tidak ada kata yes. And she said, "wong masih sakit kok keluar, nanti nularin orang" sambil berkacak pinggang geleng-geleng mendengar permintaan konyolku.

"Ya sudah, nggak jadi kalau begitu. Di rumah terus sampai buluk deh."

Ya nggak lah, sampai sembuh saja cukup. Bercanda.

Akhirnya pagi ini aku diminta ibuku mengantarkan adikku berangkat ke sekolah. Nggak terasa tahunya adikku ini sudah beranjak remaja. Dengan gagahnya berpakaian putih abu-abu sembari menggendong tas punggung hitam peninggalanku. Tas export yang terlihat keren dan mahal pada jamanku. Rasanya seperti menjadi manusia paling keren pada saat itu. "Biar dunia tahu aku punya tas export hahahaha," pikirku saat itu. Yo nek saiki wes lapuk lah. 

Ibu bangun dan mulai memasak lebih pagi dari pada sebelumnya. Sebab di masa pandemi semua terasa nggak se-sibuk saat sudah kembali normal. Lebih tepatnya New Normal. Jadi agak sedikit butuh penyesuaian, begitu tuturnya.

"Teh bantuin Ibu masak nih."

"Iya bu, bentar teteh beresin kamar dulu."

Selimut sudah terlipat rapi, bantal dan guling ditaruh pada tempatnya. Kulirik meja belajarku yang meskipun selalu rapi, aku selalu berusaha membereskannya kembali. Memastikan letak laptop lurus sejajar, keyboard dan mouse yang jaraknya pas, sedap dipandang mata dan nggak boleh miring. Botol minum yang isinya tinggal separuh pun langsung kuteguk. Kemudian menaruh satu buku yang semalam setelah dibaca lupa nggak langsung di taruh bersamaan dengan tumpukkan buku lainnya.

Dua hal yang selalu aku pastikan rapi (meskipun yang lainnya juga rapi sih) di bagian kamarku adalah kasur dan juga meja belajar. Berdasarkan artikel serta beberapa jurnal yang telah kubaca, kebersihan dan kerapihan meja belajar serta tempat kita tidur akan sangat mempengaruhi semangat serta produktivitas kita saat hendak berkegiatan. 

Contohnya, bayangkan saja jika seorang mahasiswa hendak mengerjakan skripsinya yang belum rampung atau aku yang hendak melanjutkan tulisanku ataupun mereka para freelancer yang hampir kebanyakan menghabiskan waktu di meja tempatnya bekerja, baru saja ingin duduk, diri sudah disuguhkan dengan pemandangan tidak sedap. Meja berantakan, buku bertumpuk nggak karuan sana sini, sisir di sana, dompet di sini. Kabel charger laptop sleweran nggak jelas, kaca mata yang biasa akan digunakan pun wujudnya entah ada di mana. Wes mumet malah tambah mumet. Nggak enakkan? 

Lantas, solusinya bagaimana? 

Biasanya nih, ya jalan keluarnya memindahkan semua barang yang ada di meja ke atas tempat tidur. Iya kan? Hayo ngaku siapa yang masih suka kayak gitu? Dengan embel-embel pasrah dan perasaan malas membereskannya (yang penting mejanya dulu aja deh) pun membuat kita tanpa berpikir panjang melakukan hal tersebut.

Dengan dalih tak ada waktu lagi untuk bebersih, tumpukkan buku yang tadinya berada di meja kini berpindah ke atas kasur, belum lagi handuk habis mandi nggak langsung dijemur tergeletak sembarangan di atas sprei yang bentuknya sudah nggak karuan, printilan barang-barang kecil yang mengganggu pun segera di masukan ke dalam laci kecil di bawah meja yang mana isi lacinya sudah seperti kapal pecah, super berantakan. SRETT! Ditutuplah pintu laci tersebut, menyembunyikan sejuta kekacawan di dalamnya. 

Dari situ pun aku sadar. Ternyata benar, bahwa kerapihan itu sangat berpengaruh terhadap produktivitas kita. Bukankah lebih nyaman jika meja terlihat rapi, kita nggak perlu repot-repot harus menyaksikan kesemrawutannya.  

Setelah selesai merapikan kamar, aku pun bergegas ke arah wastafel untuk mencuci tangan dan mencuci muka. 

"Mau masak apa bu?"

Sembari mencuci sayuran yang hendak ditumis, ibu menjawab, "Pagi ini kita masak oseng waluh, bikin telur dadar sama goreng ayam tempe tahu untuk sarapan sekaligus bekal adik ke sekolah dan bekal ayah ke kantor."

"Oke."

Long story short semuanya sudah rampung, tinggal aku yang masih siap-siap hendak mengantar adik ke sekolah.

"Teteh." Panggil adikku.

"Apaan?" Timpalku ketus.

"Buruan udah siap belum, ini udah jam setengah tujuh lebih. Teteh yang anter kan?"

"Iya, iya, bentar dulu ini kan lagi siap-siap. Bawel lu." Jawabku dari dalam pintu kamar yang tertutup.

Dalam hitungan menit, kami pun sudah siap dan hendak berangkat. 

"Udah salim sama ayah ibu belum?" tanyaku.

"Oh iya belum..hehe. Bentar ya teh," jawabnya yang tak jadi menaiki motor.

Tak lama setelah itu adikku kembali muncul kehadapanku dan kami pun berteriak secara bersamaan, "Ibu, ayah, kita berangkaaaatt!"

Tin-tin, kubunyikan klakson sembari memajukan motor.

Berangkaaaattt...


~Cheerio!

  • Share:

You Might Also Like

0 comments